Jumat, 07 Oktober 2016



Perilaku jamaah 'Gedibal Onta' di media sosial terlihat amat konsisten terhadap karakter Salafisme / Wahabisme, yaitu:

1). Sensitif;

Gampang marah dan gampang tersinggung sebab mereka terlalu lugu untuk mampu membedakan antara Islam (ajarannya) VS Muslim (orangnya), dan Islam VS Arab. Menurutnya Islam identik dengan Arab, oleh sebab itu Arab tidak boleh dikritik; mengkritik (apalagi membuli) Arab sama dengan menghina Islam, sama dengan anti-Islam, sama dengan Islamophobic. Mereka kebakaran jenggot setiap kali ada yang bicara mengkritik kelakuan Muslim yang menyimpang dari ajaran Islam.

2). Offensive anarkis;

menentang gerakan-gerakan pemurtadan (Kristenisasi, Hinduisasi, dst), sementara di sisi lain mereka secara terbuka melakukan dan menyambut baik gerakan-gerakan Islamisasi. Tidak boleh Kristenisasi, tidak boleh Hinduisasi, dan seterusnya, tapi Islamisasi boleh, menurut Gedibal Onta. Ada semacam eforia setiap kali mereka mendengar kabar public figure yang menjadi mualaf, ratusan kali berita itu dishare dengan hati berbunga-bunga; sebaliknya jika murtad, ratusan kali berita itu dishare dengan penuh kebencian dan caci maki. Menurut mereka, membongkar tempat ibadah non muslim tanpa IMB itu penegakan hukum, sedangkan membongkar masjid tanpa IMB disebutnya anti Islam.

3). Anti perbedaan, berlogika bengkok, berstandar ganda;

Jika ada komunitas muslim yang minoritas di negeri orang ditindas (Rohingya dan Tiongkok misalnya), Gedibal Onta marah lantas berteriak jihad, sementara di negaranya sendiri mereka menindas kaum minoritas seperti Syiah, Ahmadiah dan umat Kristen yang Mau membangun gereja— ini standar ganda. Selain melakukan tindak kekerasan anarkis terhadap mereka pada masa rejim yang lalu, hingga kini Gedibal Onta masih rajin mengkampanyekan kebencian Anti Syiah dan Anti Ahmadiah lewat media sosial. Contoh logika bengkok mereka, dulu Gus Dur pernah meminta maaf pada PKI, menurut Gedibal Onta itu adalah bukti bahwa Gus Dur PKI atau pro PKI. Ketika Ahok melarang penggunaan Monas untuk pengajian karena akan memicu hadirnya PKL yang lantas mengganggu ketertiban umum, selain kekhawatiran bahwa peserta pengajian berperilaku tidak tertib pula: buang sampah sembarangan, menginjak-injak taman; Gedibal Onta memelintirnya menjadi "Ahok melarang umat Muslim beribadah" lalu memberinya cap anti Islam. Bukan pengajiannya yang dilarang Ahok padahal, tapi penggunaan Monasnya. Pengajian boleh, tapi jangan di Monas. Jika ada seorang Muslim shalat Dhuhur di tengah jalan tol lalu diusir petugas karenanya, apakah pengusiran itu berarti melarang Muslim beribadah? Berarti anti Islam? Dengan logika bengkoknya itu jamaah Gedibal Onta tidak mampu memahami ini, gagal paham mereka.

4). Bertolak belakang dengan ajaran Islam;

Ironisnya, Gedibal Onta berperilaku rasis, SARA, tidak respek bahkan kepada Muslim lain yang tidak sependapat dengannya, memposisikan diri seolah paling mulia, bahkan dengan menebar fitnah: menuduh Syiah, menuduh kafir, komunis, PKI, antek asing, agen Yahudi. Mereka mendirikan berbagai media online abal-abal (voa islam, arrahmah, manjanik,dll. yang semuanya pro pada teroris dan anti Pancasila) khusus untuk menebar fitnah, propaganda kebencian etnis, dan adu domba.  Bertolak belakang dengan nilai-nilai Islami, Jamaah Gedibal Onta menggunakan berbagai cara amoral ini untuk menyerang Jokowi dan Ahok, sejak masa Pilgub DKI, Pilpres, hingga sekarang.

Penulis: Eko Armunanto-Muslim Nusantara
Editor: Van Harry

1 komentar:

  1. Arifin Ilham,Abu Jibril dan yang sejenisnya adalah orang-orang yang menjual ayat² Allah dengan harga murah...

    BalasHapus

Terbaru

Kata Tokoh

Seri Kekejaman ISIS

Video




VIDEO Terbaru

Random Post

pks