Oleh: Dina Y Sulaiman
Baca timeline pagi-pagi, banyak yang share foto bocah Suriah yang disebut sebagai korban bom. Berita ini disebarluaskan media Barat (dan diberitakan ulang berbagai media Indonesia).
Sekedar memberikan berita pembanding, silahkan baca analisis di sini
Beberapa poin yang saya ambil dari artikel tsb:
1. Di artikel ini ada analisis foto dan video, serta pembandingan dengan foto seorang anak yang ‘asli’ korban bom tapi tidak diberitakan luas.
2. Jurnalis yang disebut mengambil foto si bocah (Omran Daqneesh) bernama “Mahmoud Raslan”, tapi jika di-google, tidak ada rekam jejak karyanya yang lain.
3. Beberapa keanehan: si bocah terlihat dibawa ke dalam ambulan yang baru (in a brand new, very well equipped ambulance). Ada sekitar 15 pria berdiri di tempat itu dan tidak melakukan apapun (perhatikan: mrk katanya berada di lokasi yang “baru saja dibom”, tidak takut ada bom susulan?). Minimalnya ada 2 laki-laki disamping si videografer yang mengambil foto/video.
4. Di video diperlihatkan bahwa relawan yang menolong adalah White Helmets yang baru-baru ini mengajukan diri untuk menjadi pemenang Nobel Perdamaian 2016 (baca tulisan saya sebelumnya ttg siapa funding WH dan bahwa personel WH tak lain dari “jihadis” Al Qaida/Al Nusra yang berganti baju).
Video Omran Daqneesh dan bagaimana cara media mainstream memberitakannya, bisa lihat di sini.
List dan link video-video While Helmets lainnya (dengan “skenario” yang mirip) bisa dilihat di sini.
Seiring dengan waktu, tak lama kemudian terungkap siapa Mahmud Raslan. Dia ternyata jihadis, pernah berpose dengan Nurudin Zanki (jihadis yang menyembelih bocah Palestina, yang sempat membuat heboh beberapa waktu yang lalu).
Berikut kompilasi foto yang diposting di FB oleh Dr. Tim Anderson (akademisi asal Australia):
Video-video berisi informasi lainnya mengenai Mahmoud Raslan bisa dibaca di facebook jurnalis 21st Century Wire Vanessa Beeley (dia pernah meliput langsung ke Suriah) khususnya di thread ini
Apakah Media Mainstream Selalu Benar/Selalu Salah?
Seorang komentator FB yang setau saya tingkat pendidikannya cukup tinggi, menyanggah status saya sebelumnya ttg White Helmets dan Bocah di Kursi Oranye dengan hujatan ‘delusional’ plus argumen kurang-lebih “semua media besar sudah memberitakan, kok menganggap kejadian si bocah itu palsu?” [sambil nyindir pulak: kecuali media Iran dan Rusia]. Padahal yang saya lakukan hanya memberikan pengimbangan berita yang berupa analisis video. Alih-alih memberi analisis sanggahan, dia malah ber-logical fallacy.
Dalam ilmu logika, argumen seperti itu masuk kategori kesalahan (fallacy) jenis“argumentum ad populum”(menganggap sesuatu itu benar hanya karena banyak orang mempercayainya). Atau bisa juga masuk ke “argumentum ad verecundiam” (menganggap sesuatu itu benar karena ada pakar atau institusi yang dianggap ‘hebat’ yang mengatakannnya).
Coba pikir, apakah hanya karena semua media mainstream memberitakan, sebuah berita DIPASTIKAN benar?
Belum luput dari ingatan, betapa seluruh media mainstream memberitakan bahwa Irak menyimpan senjata pembunuh massal. Atas alasan itu AS dan sekutunya menggempur Irak pada 2003, menggulingkan Saddam Husein, mendudukinya sampai sekarang. Data 2013, sedikitnya ada setengah juta orang Irak tewas akibat pendudukan AS sejak 2003. Pada 2011, dari mulut para pemimpin AS sendiri, muncul pengakuan: TIDAK ADA SENJATA PEMBUNUH MASSAL di Irak.
Di era digital ini, kebohongan akan terus terekam, tak terhapus.Dalam video ini, kedua versi pernyataan mereka disandingkan (awalnya bilang ada senjata pembunuh massal, lalu tahun 2011 bilang “tidak, saya tidak pernah bilang begitu”).
Sekedar info tambahan, versi lengkap video itu saya tayangkan dalam diskusi di sebuah kampus. Saat itu saya diundang oleh organisasi mahasiswa sebut saja, ABC. Di luar ruangan, organisasi mahasiswa yang lain, XYZ, menggedor-gedor, memblokir pintu masuk, berusaha membubarkan acara. Panitia sudah mengundang mereka untuk duduk di dalam, ikut diskusi. Saya juga tidak takut sama sekali, ayo adu data dan argumen. Eh, mereka tidak mau. Ya beginilah perilaku sebagian dari kita. Menyedihkan, padahal sudah ‘makan’ kuliahan.
Ini bukan cuma soal Suriah. Poin pentingnya ada di “kesalahan berpikir”; yang sangat berpengaruh pada bagaimana orang Indonesia memikirkan dan menganalisis situasi di negeri sendiri.
—
Note:
1. Bukan berarti apapun yang berasal dari media mainstream harus ditolak dan apapun yang dikatakan media anti-mainstream musti diterima. Kita fokus pada isi, bukan “siapa”. Contoh kasus, buku saya Prahara Suriah pun banyak mengambil sumber dari media mainstream (terutama mengenai aktivitas para “jihadis” karena dulu cuma wartawan dari media mainstream yang bisa masuk dengan aman ke wilayah jihadis), tapi dianalisis dan ditriangulasi dengan data&dokumen yang lain.
2. Apa sih tujuan kebohongan tersebut? Utk kasus Irak (2003) dan Libya (2011), tujuannya mencari dukungan publik dan PBB agar AS dkk diizinkan menginvasi kedua negara itu. Untuk kasus Suriah (2016), tujuannya agar publik dan PBB mendukung diberlakukannya no-fly-zone di Suriah.
Track record kebohongan AS selama ini demi memicu perang, baca di sini: Sejarah Kebohongan Perang AS
Kebohongan yang disebarkan soal Suriah berupa foto dan video sudah sangat banyak, berikut ini kompilasinya (file PDF), sudah 123 halaman (itupun belum semua karena kebohongan baru terus diproduksi).
0 komentar:
Posting Komentar