Oleh: Denny Siregar
Entah kenapa saya suka sekali melihat warna warni pohon natal yang di posting teman2 di fesbuk.
Saya seperti terlempar ke masa kecil, masa terindah di dalam hidup. Masa dimana agama itu bukan sesuatu yang urgen kecuali hari raya-nya.
Saya seperti terlempar ke masa kecil, masa terindah di dalam hidup. Masa dimana agama itu bukan sesuatu yang urgen kecuali hari raya-nya.
Mungkin karena itulah pohon natal dan sinterklas menjadi simbol tetap selama perayaan natal, meski semua orang dewasa tahu bahwa Yesus tidak lahir di negara bermusim salju dan sinterklas hanyalah mitos yang baru diketahui sesudah akal seseorang genap.
Tapi tetap saja mereka tidak mau kehilangan momen kanak2 mereka, dan mereka meneruskan ke generasi2 berikutnya. Sebagai pengingat masa kecil. Sebagai aksesoris perayaan. Sama seperti ketika lebaran yang ditunggu adalah baju baru, nastar, dan maaf2an sama semua orang, bahkan kepada kucing pun dulu saya pernah minta maaf karena pernah mengikat ekornya dengan kaleng.
Ada kerinduan2 yang tetap dipelihara manusia dalam hidupnya. Ada momen2 dimana mereka bisa begitu hidup menyambut hari yg menggembirakan. Seperti saya waktu kecil punya banyak hari menggembirakan yaitu lebaran dan natal karena banyak permen dan hadiah.
Saya tidak pernah merasa ada yg salah dengan budaya. Justru budaya itulah yang menggambarkan bahwa manusia itu beragam. Bayangkan ketika kita hidup tanpa budaya yang berbeda, semua seragam. Tentu sangat menjemukan.
Karena itulah ketika ada yg sibuk mempermasalahkan natal dengan semua argumennya, saya selalu ketawa geli. Mereka mungkin tidak punya masa kecil seindah saya. Hidup mereka terkungkung oleh kepicikan. Kecilnya mereka mungkin banyak di selokan dengan ingus menutupi muka dan kaki korengan. Mereka kurang perhatian sehingga selalu minta diperhatikan.
Tidak perlu dalil hanya utk ikut merayakan kegembiraan orang2 yang kita kenal. Bergembira bersama mereka yg sedang bergembira, sudah cukup buat saya.
Pohon natal bisa membuka kembali memori2 bahagia meskipun saya tidak merayakannya. Tapi, apa yang lebih membuat bahagia ketika orang2 di sekitar menebar banyak senyuman ?
Yang cemberut mungkin para Wahabi dan Setya Novanto saja... Yang satu galau dalam agama, satunya lagi galau karena happy-happy tinggal mimpi saja.
0 komentar:
Posting Komentar