Rabu, 06 Januari 2016

Oleh : Ahmed Zain Oul Mottaqin 
Satu hal yang sangat saya apresiasi dari kawan-kawan Syi'ah di dunia maya ini adalah dalam menanggapi eksekusi Syaikh Nimr dan keluarganya oleh Rezim Saudi, mereka tidak pernah berteriak "Rezim Sunni telah membantai kaum Syi'ah".
Sungguh kontras dengan para Takfiri yang tiap mendengar kabar Rezim Iran menghukum gantung kaum Sunni (walaupun selalu bermodal berita Hoax) langsung berteriak "Rezim kafir Syi'ah telah membantai kaum Sunni".


Dalam hal ini kawan-kawan Syi'ah terlihat bersikap lebih dewasa. Walaupun dalam hal ini Rezim Saudi memang Sunni tapi mereka tidak terpancing dengan slogan-slogan perpecahan sektarian di antara umat Islam, karena mereka tahu Rezim Saudi yang membunuh Syaikh Nimr tidak layak menjadi representasi dunia Sunni.

Sebagai contoh, semasa Rezim Saddam Husein yang Sunni berkuasa, sudah jutaan kaum Syi'ah yang dibantai Rezim. Pernahkah sekali saja anda mendengar ada ulama besar Syi'ah disana yang berteriak "Rezim Sunni membantai kaum Syi'ah"? Tidak! Karena mereka melihat seorang Saddam tidak layak menjadi representasi wajah Sunni dan Sunni pun tidak mengajarkan hal seperti itu. Dan hanya orang-orang pilihan Tuhan yang diberi karunia mampu bersikap adil terhadap kaum yang mereka benci.

Mereka secara adil melihat nama besar mazhab Ahlussunnah tidak berhak diwakili para Kriminal ataupun para ekstrimisnya yang takfiri, tapi lebih layak diwakili oleh kalangan pengikutnya yang moderat seperti Aswaja NU (bukan NU Garis Lurus) yang toleran dan ramah (takfiri sering menyebut mereka sebagai liberal).

Dalam hal ini selayaknya saudara-saudara Sunni juga belajar untuk tidak menggeneralisir Syi'ah melalui kelakuan para ekstrimisnya yang ghulat, seperti Yassir al Habib dan Syaikh M Tawhidi yang di Iran sekalipun ceramah-ceramah mereka dicekal lantaran terlampau ekstrim dan seringkali menyerang simbol-simbol yang dihormati kaum Ahlusunnah (bahkan para ulama besar Syi'ah sendiri seperti Sayyid Ali Khamenei dan Sayyid Hasan Nasrullah pun tidak lepas dari serangan mereka).

Sayangnya oleh para Takfiri di kalangan Sunni, video-video pelaknatan, pencacian para sahabat dan istri Nabi serta aksi Tathbir (menyiksa diri hingga berdarah-darah di hari Asyura) yang biasa dilakukan para Syi'ah ekstrim tersebut di-blow up dan disebarkan secara masif ke segala penjuru sembari mereka katakan "Inilah Syi'ah". Padahal dua Marja' terbesar Syi'ah abad ini yang memiliki puluhan juta muqallid seperti Sayyid Ali Khamenei (Iran) dan Sayyid Ali Sistani (Iraq) sudah mengharamkan hal tersebut.

Satu hal yang harus diikuti yaitu fatwa Habib Ali al Jufri dimana beliau pernah berkata, "Jangan katakan seorang Sunni membunuh Syi'ah, jangan juga katakan seorang Syi'ah membunuh Sunni. Tapi katakan seorang Kriminal membunuh seorang manusia".

Beliau ini adalah seorang ulama besar Sunni moderat yang juga pernah berfatwa, "Musuh kalian yang sebenarnya adalah mereka yang berusaha meyakinkan bahwa kalian Sunni dan Syi'ah saling bermusuhan."

Dan dengan fatwa tersebut saya sangat paham siapakah yang dimaksud Habib Ali al Jufri sebagai "musuh kalian yang sebenarnya" tersebut, walaupun beliau tidak secara eksplisit menyebut nama suatu golongan.

Ada baiknya mulai sekarang kita belajar untuk tidak menggeneralisir sesuatu. Kelakuan ISIS yang (mengaku) Sunni tidak berhak mewakili Sunni dan menjadi gambaran wajah Sunni di mata muslim Syi'ah.

Begitu juga kaum Syi'ah ekstrim yang doyan berteriak melaknat simbol-simbol yang diagungkan kaum Sunni juga tidak layak menjadi representasi Syi'ah di mata kaum Sunni. Mereka hanya minoritas di mazhab masing-masing. Bisa disebut sebagai oknum yang gemar berpecah belah.

Bukankah anda tidak rela jika agama anda di-cap buruk sebagai teroris lantaran kelakuan ISIS dan Al-Qaeda? Lalu mengapa anda tidak mau bersikap adil dengan menerapkannya kepada agama atau mazhab orang lain?

Dalam Qur'an sendiri, dalam menyikapi orang-orang yang berbeda agama Allah telah memperkenalkan konsep 'kalimatun sawa'' yaitu 'the meeting point' atau poin pertemuan/kesamaan antara kita (muslim) dan mereka (non-muslim) demi pengembangan dialog dan paradigma dialog antar agama.

Lalu pertanyaannya, jika terhadap orang-orang yang berbeda agama saja Tuhan memperkenalkan konsep 'kalimatun sawa', lalu kenapa kita tidak menerapkannya terhadap saudara-saudara seagama yang sekedar berbeda mazhab?

Jika terhadap non-muslim konsep itu berlaku, kenapa terhadap sesama muslim tidak? Selama ini para takfiri justru sibuk mencari dan membesar-besarkan poin perpecah-belahan terhadap orang-orang yang berbeda mazhab darinya (apalagi yang berbeda agama).

Dialog-dialog antar mazhab Sunni-Syi'ah sudah sering dilakukan, baik di Universitas Al-Azhar Mesir dan di Konferensi-konferensi Islam di Iran, dan tak ada satupun yang berujung pada pengkafiran melainkan justru menghasilkan pendekatan (Taqrib) antar mazhab.

Bahkan dalam konferensi para ulama dunia di Amman Yordania sudah menghasilkan Deklarasi Amman yang menghasilkan point-point bahwa Ahlusunnah 4 Mazhab dan Syi'ah Imamiyah, Ismailiyah dan Zaidiyyah adalah saudara sesama muslim yang tidak halal untuk saling mengkafirkan apalagi menumpahkan darah satu sama lain.

Deklarasi ini sendiri sudah ditandatangani para ulama besar dunia seperti Habib Umar bin Hafidz, Habib Ali al Jufri, KH. Hasyim Muzadi, Sayyid Ali Khamenei, Sayyid Ali Sistani, Ayatullah Ali Tashkiri, Syaikh Yusuf Qorodhowi dan ratusan ulama besar Sunni-Syi'ah lainnya dari seluruh dunia.

Sayangnya masih banyak muslim awam kurang piknik di negeri ini yang tidak mengetahui hal ini. Bagaimana mungkin mereka tahu sedangkan media-media yang menguasai segala informasi tentang "Islam" di dunia maya justru dikuasai situs-situs Takfiri seperti Arrahmah dot com, voa-islam, eramuslim, panjimas, fimadani, nahimunkar, pkspiyungan dll yang mencuci otak kaum muslim awam untuk bersikap fanatik, takfiri dan intoleran.

Perlu diakui, kaum moderat di negeri ini kurang gerak dan kurang terorganisir sehingga suara mereka yang menyuarakan konsep Tuhan 'kalimatun sawa' dan toleransi itu justru kalah keras dan kalah populer.

Para penganut toleransi lebih banyak yang diam dalam melihat aksi-aksi takfirisme. Sehingga bisa dibilang toleransi orang-orang yang diam ini sudah sampai tahap 'kebablasan', dimana aksi diam mereka justru menunjukan bahwa mereka juga 'toleran' terhadap takfirisme.
Saya jadi teringat dengan sebuah pepatah (saya lupa asalnya dari mana) "Assakitu 'anil haqqi syaithonun akhros" >> Orang yang diam dari (menyuarakan) kebenaran adalah Setan yang bisu.

Mungkin sebaiknya para aktivis Anti-Takfirisme di negeri ini bersuara lebih lantang dalam menyuarakan sikapnya, mengorganisir gerakannya dan lebih keras dalam menunjukkan rasa tidak sukanya terhadap kaum intoleran. Karena pesan Sayyidina Ali Kw sangat jelas, "Kebenaran yang tidak terorganisir akan dikalahkan oleh kebathilan yang terorganisir."
Hari ini tidak perlu takut mendapat julukan Liberal, Syi'ah, Kafir bla..bla..bla, karena menurut saya jika anda belum dijuluki begitu maka anda belum kaffah sebagai muslim moderat.

Tag: #islam moderat, #takfiri, #Sunni Syiah, #NUGL, #NU 

0 komentar:

Posting Komentar

Terbaru

Kata Tokoh

Seri Kekejaman ISIS

Video




VIDEO Terbaru

Random Post

pks