Selasa, 02 Februari 2016



Ahok menceritakan kepada jajaran PNS saat pemberian arahan keamanan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA), di Ruang Pola Bappeda, Lantai 2, Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Selasa (2/2/2016).

Ceritanya dimulai saat Ahok yang masih jadi Wagub itu mengunjungi Rusun Marunda. Dia menemui ada seorang nenek yang belum mendapat hunian rusun.

"Ada nenek-nenek menangis-nangis. Dia sudah tiga tahun meminta Rusun enggak dikasih, karena mesti bayar," tutur Ahok.

Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang menangani Rusun lantas menjawab akan menangani pendaftaran si nenek itu. Ahok lantas pulang meninggalkan Rusun.

"Ajudan bilang, 'Pak kita sekalian pulang saja, Pak, mobil sudah ada. Ombak juga agak besar.' Saya ada perasaan, pasti (Kepala UPT) enggak ikhlas nolong si nenek itu. Saya tadi lihat sekilas si nenek," kata Ahok.

Jarum jam menunjukkan pukul tujuh malam saat itu. Ahok tak jadi pulang. Dia memutuskan untuk menyambangi si nenek yang belum dapat Rusun tadi. Ahok ingin memastikan apa benar nenek itu sudah didaftarkan sebagai penghuni Rusun atau belum.

"Sampai sana jam tujuh malam. Kita lapar banget ini, kita jalan kaki lagi, dari sungai ke Marunda cukup jauh. Saya jalan kaki, saya cari nenek tadi. Ketemu!" tutur Ahok yang didengar antusias para PNS.

Ternyata, si nenek menyatakan dirinya belum juga didaftarkan sebagai penghuni Rusun. Kata si nenek, masih menurut penuturan Ahok, Kepala UPT pergi saja meninggalkan dia setelah Ahok menyuruh Kepala UPT itu mendaftarkan dia sebagai penguni Rusun.

"Ya udah, saya bawa nenek ini ke tempat pendaftaran," kata Ahok.

Sesampainya di tempat pendaftaran Rusun, Ahok menyaksikan ada pegawai PNS dan non-PNS di lokasi. Semua hanya diam menatap Ahok saja, tanpa membantu banyak. Kepala UPT malah sudah pergi.

"Dan waktu itu banyak pengungsi banjir. Sudah ramai ini, ada preman, ada siapa enggak tahu lagi saya, begitu banyak orang," kata Ahok menggambarkan suasana yang dia rasakan saat itu.

Ahok tetap tenang saja melihat mereka yang hanya menatap tanpa membantu mendaftarkan si nenek. Tak ada orang yang membantu nenek untuk mengetikkan pendaftaran. Lantas dengan nada tenang, Ahok berkata, "Enggak bisa mengetik ya semua? Sini, saya ketik saja deh buat daftar."

Ternyata petugas juga diam saja mendengar perkataan Ahok. Tak ada petugas yang memberikan kolom pendaftaran. Ahok merasa tak nyaman dan sedikit terancam. Ribuan orang, kata dia, sudah ada di sekelilingnya, entah berniat baik atau berniat jahat kepada Ahok. Lantas Ahok siaga.

"Saya bilang sama ajudan. Tolong isi penuh peluru semua senjata. Karena kita enggak tahu, berantem ribuan orang ini, kita enggak tahu," kata Ahok.

Melihat ribuan orang yang berkerumun menatap Ahok yang sedang berusaha mendaftarkan si nenek, Ahok bersiap kalau-kalau ada preman yang menyerangnya saat itu. Pistol ajudan disiagakan, tanpa Ahok harus memegang pistol, karena dia diberitahu Wakil Gubernur tak boleh pegang pistol.

Pistol tak jadi digunakan. Ahok memutuskan untuk menantang terlebih dahulu ke orang yang berniat menghalanginya

"Kalau tanding satu lawan satu, saya layani. Ya sudah, siapa yang jago dari kalian, maju satu lawan satu! Kita bertinju! Kita selesaikan malam ini!" kata Ahok menantang.

Saat itu, Ahok belum lama dilantik. Dia sudah tak peduli lagi posisinya sebagai Wakil Gubernur DKI. Bahkan dia siap mati di tempat pendaftaran Rusun itu jika sewaktu-waktu ada preman Rusun yang menyerangnya malam itu.

"Aku sudah hitung. Enggak pulang masa bodo lah. Kalau jadi mayat di situ, jadi mayat saja, deh," kata Ahok.

Dia merasa petugas Rusun sudah keterlaluan. Soalnya perintah Wakil Gubernur untuk mendaftarkan warganya (nenek) ke Rusun malah tidak digubris.

Keesokan harinya, Ahok rapat dengan Joko Widodo yang saat itu merupakan Gubernur DKI untuk memecat semua pegawai UPT Rusun yang bermain jual beli rusun. Sejurus kemudian, Kepala Dinas Perumahan DKI saat itu, Novizal, menggertak bila penggawa UPT-nya dipecat maka Novizal akan mundur. Gertakan itu berwujud surat yang ditembuskan ke gubernur.

"Ternyata surat tembusannya belum diterima Pak Jokowi. Jadi hanya menggertak saya saja. Mereka pikir Pak Jokowi halus karena Orang Jawa. Padahal kata Pak Jokowi, 'Kalau dia mau berhenti ya sudah berhenti saja cepat-cepat," kata Ahok.

Singkat cerita, Novizal berhenti sebagai Kepala Dinas Perumahan DKI. Ahok menyatakan justru aksi 'pecat-memecat' memang sebaiknya dilakukan di awal pemerintahan agar seterusnya bisa lebih efektif bekerja.[detik.com]

Tag: #Kisah Heroik, #Ahok


0 komentar:

Posting Komentar

Terbaru

Kata Tokoh

Seri Kekejaman ISIS

Video




VIDEO Terbaru

Random Post

pks